Hati (Ist.) |
Cendekiawan Muslim Jalaluddin Rakhmat mengatakan, dalam Islam kita harus selalu memohon tambahan petunjuk. Kita tidak boleh merasa sudah benar-benar berada dalam petunjuk sehingga tidak memerlukannya lagi.
Dalam Q.S. Maryam: 76, Allah berfirman, "Allah tambah orang-orang yang mendapat petunjuk itu dengan petunjuk lagi".
Bila kita sudah mendapat petunjuk Allah, maka Allah akan berikan lagi tambahan petunjuk itu seperti dalam Q.S. Muhammad: 17, "Orang-orang yang sudah memperoleh petunjuk, akan Allah tambah petunjuknya. Dan Allah berikan kepada mereka ketakwaannya".
Dalam tasawuf, kita mengetahui bahwa perjalanan mendekati Allah Swt sebetulnya adalah perjalanan menuju hati kita yang paling dalam. Menurut Jalal, kita memiliki beberapa tingkat hati, dari yang paling luar hingga yang paling dalam.
Tingkat yang paling luar kita sebut dengan Shadr. Artinya, hati yang sedih kalau mendapat kesusahan, cemas bila memikirkan bila memikirkan kesulitan, atau senang bila mendapat kegembiraan.
Salah satu nikmat Allah yang pertama kepada Rasulullah SAW ialah Allah bukakan dada Rasulullah, sehingga tidak mengalami kesempitan hati seperti itu lagi. Allah berfirman, "Bukankah Kami legakan dadamu, Kami tinggikan sebutan namamu, dan Kami lepaskan dari kamu beban yang menghimpit kamu, yang memberati punggung kamu". (Q.S. al-Insyirah: 1-4).
Zikir dalam hati (sir) yang paling awal itu ialah jika shadr kita sudah bisa berzikir. Shadr kita lebih dekat hubungannya dengan otak, metabolism fisik, dan mekanisme hormonal kita. Lantas, apa tingkat hati yang paling dalam? [Bersambung.
Sumber: Jalaluddin Rakhmat, Meraih Cinta Ilahi: Pencerahan Sufistik, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2000), h. 397].