JAKARTA, KOMPAS.com — Sebuah kecelakaan maut terjadi di
km 3,5 Tol Jagorawi, Selasa (1/1/2013) pagi. Sebuah mobil BMW X5 B 272
HR jenis SUV menabrak angkutan umum berpelat hitam Daihatsu Luxio F 1622
CY di lajur satu dan dua ruas tol tersebut. Peristiwa itu mengakibatkan
dua orang tewas, yaitu Muhammad Raihan (1,5) dan seorang kakek dua cucu
bernama Harun (57). Sementara tiga orang mengalami luka-luka, yakni
Supriyati (35), Enung (30), dan Ripal (8). Ketiganya menjalani perawatan intensif. Korban tewas adalah penumpang Luxio yang memiliki jalur trayek UKI-Bogor.
Namun, saat wartawan ingin mengonfirmasi peristiwa ini, ada sejumlah kejanggalan yang ditemui. Pihak terkait, baik kepolisian maupun Jasa Marga, terkesan menutup-nutupi informasi kecelakaan ini. Belakangan, diketahui, pengemudi BMW adalah adalah Muhammad Rasyid Amirulloh Rajasa, putra Menteri Koordinator Perekonomian Hatta Rajasa.
Saling lempar
Kejanggalan pertama ialah ketika mencoba mengonfirmasi kepada Kepala Satuan Patroli Jalan Raya Polda Metro Jaya AKBP Jazari. Menurut Jazari, kasus kecelakaan tersebut tidak ditangani oleh pihaknya, tetapi oleh Satuan Lalu Lintas Wilayah Jakarta Timur karena masih berada di area Jakarta Timur. Namun, saat dikonfirmasi ke Kepala Satuan Lalu Lintas Wilayah Jakarta Timur AKBP Soepoyo, informasi pun tak kunjung didapat. Menurutnya, kasus kecelakaan tersebut ditangani oleh Polda Metro Jaya, mengingat lokasi kecelakaan berada di dalam tol atau istilah yang biasa digunakan yakni "dalam pagar". Konfirmasi pun mentok.
Hal serupa juga terjadi saat para wartawan hendak mengonfirmasi hal tersebut ke pihak terkait lainnya, yakni Traffic Management Center (TMC) Polda Metro Jaya yang sebelumnya aktif dalam menginformasikan peristiwa kecelakaan di jalan, baik dalam kota maupun luar kota. Demikian juga Kepala Unit Patroli Jalan Raya Jagorawi, pejabat yang seharusnya mengetahui segala peristiwa yang terjadi di wilayah tugasnya.
Disembunyikan?
Kejanggalan lain yang ditemukan adalah ketika mencoba mengonfirmasi peristiwa kecelakaan kepada petugas call center Jasa Marga. Call Center Jasa Marga juga merupakan sarana untuk mengetahui berbagai peristiwa di dalam tol. Winda, salah satu petugas, kala itu tak menyebutkan dua huruf pelat nomor mobil yang dikemudikan oleh putera menteri tersebut. Menurutnya, Jasa Marga hanya mendapatkan informasi di lapangan bahwa pelat mobil BMW maut tersebut adalah B 272. Padahal, pelat nomor aslinya, yakni B 272 HR. Dua huruf, HR pada pelat mobil mewah itu cukup identik dengan inisial sang ayah, Hatta Rajasa. Terlebih, ia tak menyebutkan pengemudi BMW maut itu.
Keluarga diminta berdamai
Ifan (37), menantu Harun, salah seorang korban tewas, mengaku menemukan kejanggalan dalam kasus kecelakaan yang menimpa ayahnya. Menurutnya, setelah insiden kecelakaan, beberapa polisi berseragam mendatangi rumahnya di Perum I Tangerang, Banten, untuk menyampaikan kabar duka. Yang dinilai aneh, pihak yang mengaku dari Polda Metro Jaya itu meminta keluarga untuk damai dan tidak memperpanjang kasus kecelakaan itu. Bahkan, menurut Ifan, keluarga tidak diberi tahu mengenai kronologi kecelakaan yang menyebabkan sang ayah meninggal dunia tersebut.
Para polisi tersebut hanya meminta keluarga untuk segera mengambil jasad Harun dan segera memakamkannya dengan biaya seluruhnya ditanggung oleh pihak penabrak. Pihak utusan tersebut pun diketahui terus mendampingi keluarga korban, baik keluarga Harun maupun keluarga Raihan, sejak datang di Rumah Sakit Polri Bhayangkara Raden Said Sukanto. Beberapa di antaranya juga sempat melarang wartawan mewawancarai keluarga korban tanpa alasan yang jelas.
Mengaku keluarga, menolak otopsi
Sebuah kejadian janggal juga sempat terjadi di kantor administrasi ruang jenazah RS Polri. Salah seorang dari pihak utusan tersebut datang ke kantor administrasinya dan meminta kepada petugas untuk tidak melakukan otopsi terhadap tubuh korban. Namun, hal tersebut ditolak oleh pihak administrasi dengan alasan surat tersebut harus berasal dari keluarga resmi. Usahanya mentok, pria tegap yang mengenakan topi, berbaju abu-abu, dan celana loreng-loreng tersebut pun pergi. Pertanyaan yang diberikan sejumlah wartawan tak digubrisnya.
Pria yang belum sempat diketahui namanya itu diketahui kembali menemui pihak keluarga korban. Sejumlah kejanggalan lainnya juga mewarnai seluruh proses kasus tersebut, antara lain keberadaan pengemudi BMW yang terkesan disembunyikan serta penetapan status kepada pengemudi oleh pihak kepolisian. Seluruh hal tersebut menjadi sorotan mengingat pada kasus kecelakaan sebelumnya. Polisi tampak sangat sigap untuk melanjutkan proses hukumnya. Kini, korban tewas sudah dibawa ke rumahnya masing-masing. Jenazah Harun telah dibawa ke rumah saudara di daerah Jembatan Besi, Jakarta Barat, untuk selanjutnya dimakamkan di kampung halamannya di Serang, Banten.
Sementara itu, jenazah Raihan juga telah dibawa dan akan dimakamkan di rumahnya, Sukabumi, Jawa Barat. Keluarga korban berharap kasus kecelakaan maut tersebut terang benderang dan tidak ditutup-tutupi. Keluarga juga berharap kepada pihak kepolisian untuk transparan dalam hal kelanjutan proses hukum pengemudi BMW maut.
Sumber: diambil dari berbagai sumber di internet
Supriyati (35), Enung (30), dan Ripal (8). Ketiganya menjalani perawatan intensif. Korban tewas adalah penumpang Luxio yang memiliki jalur trayek UKI-Bogor.
Namun, saat wartawan ingin mengonfirmasi peristiwa ini, ada sejumlah kejanggalan yang ditemui. Pihak terkait, baik kepolisian maupun Jasa Marga, terkesan menutup-nutupi informasi kecelakaan ini. Belakangan, diketahui, pengemudi BMW adalah adalah Muhammad Rasyid Amirulloh Rajasa, putra Menteri Koordinator Perekonomian Hatta Rajasa.
Saling lempar
Kejanggalan pertama ialah ketika mencoba mengonfirmasi kepada Kepala Satuan Patroli Jalan Raya Polda Metro Jaya AKBP Jazari. Menurut Jazari, kasus kecelakaan tersebut tidak ditangani oleh pihaknya, tetapi oleh Satuan Lalu Lintas Wilayah Jakarta Timur karena masih berada di area Jakarta Timur. Namun, saat dikonfirmasi ke Kepala Satuan Lalu Lintas Wilayah Jakarta Timur AKBP Soepoyo, informasi pun tak kunjung didapat. Menurutnya, kasus kecelakaan tersebut ditangani oleh Polda Metro Jaya, mengingat lokasi kecelakaan berada di dalam tol atau istilah yang biasa digunakan yakni "dalam pagar". Konfirmasi pun mentok.
Hal serupa juga terjadi saat para wartawan hendak mengonfirmasi hal tersebut ke pihak terkait lainnya, yakni Traffic Management Center (TMC) Polda Metro Jaya yang sebelumnya aktif dalam menginformasikan peristiwa kecelakaan di jalan, baik dalam kota maupun luar kota. Demikian juga Kepala Unit Patroli Jalan Raya Jagorawi, pejabat yang seharusnya mengetahui segala peristiwa yang terjadi di wilayah tugasnya.
Disembunyikan?
Kejanggalan lain yang ditemukan adalah ketika mencoba mengonfirmasi peristiwa kecelakaan kepada petugas call center Jasa Marga. Call Center Jasa Marga juga merupakan sarana untuk mengetahui berbagai peristiwa di dalam tol. Winda, salah satu petugas, kala itu tak menyebutkan dua huruf pelat nomor mobil yang dikemudikan oleh putera menteri tersebut. Menurutnya, Jasa Marga hanya mendapatkan informasi di lapangan bahwa pelat mobil BMW maut tersebut adalah B 272. Padahal, pelat nomor aslinya, yakni B 272 HR. Dua huruf, HR pada pelat mobil mewah itu cukup identik dengan inisial sang ayah, Hatta Rajasa. Terlebih, ia tak menyebutkan pengemudi BMW maut itu.
Keluarga diminta berdamai
Ifan (37), menantu Harun, salah seorang korban tewas, mengaku menemukan kejanggalan dalam kasus kecelakaan yang menimpa ayahnya. Menurutnya, setelah insiden kecelakaan, beberapa polisi berseragam mendatangi rumahnya di Perum I Tangerang, Banten, untuk menyampaikan kabar duka. Yang dinilai aneh, pihak yang mengaku dari Polda Metro Jaya itu meminta keluarga untuk damai dan tidak memperpanjang kasus kecelakaan itu. Bahkan, menurut Ifan, keluarga tidak diberi tahu mengenai kronologi kecelakaan yang menyebabkan sang ayah meninggal dunia tersebut.
Para polisi tersebut hanya meminta keluarga untuk segera mengambil jasad Harun dan segera memakamkannya dengan biaya seluruhnya ditanggung oleh pihak penabrak. Pihak utusan tersebut pun diketahui terus mendampingi keluarga korban, baik keluarga Harun maupun keluarga Raihan, sejak datang di Rumah Sakit Polri Bhayangkara Raden Said Sukanto. Beberapa di antaranya juga sempat melarang wartawan mewawancarai keluarga korban tanpa alasan yang jelas.
Mengaku keluarga, menolak otopsi
Sebuah kejadian janggal juga sempat terjadi di kantor administrasi ruang jenazah RS Polri. Salah seorang dari pihak utusan tersebut datang ke kantor administrasinya dan meminta kepada petugas untuk tidak melakukan otopsi terhadap tubuh korban. Namun, hal tersebut ditolak oleh pihak administrasi dengan alasan surat tersebut harus berasal dari keluarga resmi. Usahanya mentok, pria tegap yang mengenakan topi, berbaju abu-abu, dan celana loreng-loreng tersebut pun pergi. Pertanyaan yang diberikan sejumlah wartawan tak digubrisnya.
Pria yang belum sempat diketahui namanya itu diketahui kembali menemui pihak keluarga korban. Sejumlah kejanggalan lainnya juga mewarnai seluruh proses kasus tersebut, antara lain keberadaan pengemudi BMW yang terkesan disembunyikan serta penetapan status kepada pengemudi oleh pihak kepolisian. Seluruh hal tersebut menjadi sorotan mengingat pada kasus kecelakaan sebelumnya. Polisi tampak sangat sigap untuk melanjutkan proses hukumnya. Kini, korban tewas sudah dibawa ke rumahnya masing-masing. Jenazah Harun telah dibawa ke rumah saudara di daerah Jembatan Besi, Jakarta Barat, untuk selanjutnya dimakamkan di kampung halamannya di Serang, Banten.
Sementara itu, jenazah Raihan juga telah dibawa dan akan dimakamkan di rumahnya, Sukabumi, Jawa Barat. Keluarga korban berharap kasus kecelakaan maut tersebut terang benderang dan tidak ditutup-tutupi. Keluarga juga berharap kepada pihak kepolisian untuk transparan dalam hal kelanjutan proses hukum pengemudi BMW maut.
Sumber: diambil dari berbagai sumber di internet